PENELITIAN
MANUSIA PURBA DI SANGIRAN
DAN TRINIL
A.
Sangiran
Perjalanan kisah perkembangan
manusia di dunia tidak dapatkita lepaskan dari keberadaan bentangan luas
perbukitan tandus yang berada diperbatasan Kabupaten Sragen dan kabupaten
Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Didalam buku Harry
Widianto dan Truman manjuntak, Sangiran Menjawab Dunia diterangkan bahwa
Sangiran merupakan sebuah kompleks situs manusia purba dari Kala Pleistosen
yang paling lengkap dan paling penting di Indonesia, dan bahkan di Asia.
Lokasi tersebut merupakan pusat
perkembangan manusia dunia,yang memberikan petunjuk tentang keberadaan manusia
sejak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu mempunyai luas delapan
kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs
Sangiran merupakan suatu kubah raksasa yang berupa cekungan besardi pusat kubah
akibat adanya erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan
perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu menyebabkan
tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil manusia purba
dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran
berupa endapan lempung hitam dan pasir fluvio volkanik, tanahnya tidak subur
dan terkesan gersang pada musim kemarau.
Sangiran pertama kali ditemukan oleh
P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari
Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan chemulling situs itu
seolah-olah terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah datang
ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah
Sangiran. Pada 1934,G.H.R von Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah
Ngebung yang terletak sekitar dua km di barat laut kubah Sangiran. Artefak
litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak
penemuan von Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat terkenal berkaitan
dengan penemuan-penemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan
berkesinambungan. Homo erectus adalah takson paling penting dalam sejarah
manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia Homo sapiens, manusia modern. Situs
Sangiran tidak hanya memberikan gambaran tentang evolusi fisik manusia saja,
akan tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang evolusi budaya, binatang,
dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri
geologis-stratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih dari dua juta
tahun, menunjukan tentang hal itu. Situs Sangiran telah diakui sebagai salah
satu pusat evolusi manusia di dunia. Situs itu ditetapkan secara resmi sebagai
Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia
(World Heritage List) UNESCO. Perhatikan baik-baik gambar fosil manusia purba
di samping, fosil itu juga disebut sebagai Sangiran 17 sesuai dengan nomor seri
penemuannya. Fosil itu merupakan fosil Homo erectus yang terbaik di Sangiran.
Ia ditemukan diendapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bagian wilayah
Sangiran. Fosil itu merupakan dua diantara Homo erectus di dunia yang masih
lengkap dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan satu lagi di Afrika.
B. Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil adalah sebuah desa di
pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan di daerah ini jauh
sebelum von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan
oleh Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan sisa-sisa manusia purba
yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada
endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak
Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh danfragmen) yang
menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak.
Tengkorak Pithecanthropus erectus
dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang.Volume otaknya sekitar
900 cc, di antara otak kera(600 cc) dan otak manusia modern (1.200-1.400cc).
Tulang kening sangat menonjol dan di bagian belakang mata, terdapat penyempitan
yang sangat jelas, menandakan otak yang belum berkembang. Pada bagian belakang
kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan
perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antar tulang kepala,
ditafsirkan inividu ini telah mencapai usia dewasa. Selain tempat-tempat di
atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto,
Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah, Sambung macan, Sragen.
Berdasarkan beberapa penelitian yang
dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia purba
yang pernah hidup di zaman praaksara.
1. Jenis Meganthropus
Jenis
manusia purba ini terutama berdasarkan penelitianvon Koenigswald di Sangiran
tahun 1936 dan 1941 yang menemukan fosil rahang manusia yang berukuran besar.
Darihasil rekonstruksi ini kemudian para ahli menamakan jenis manusia ini
dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus, artinya manusia raksasa dari Jawa.
Jenis manusia purbaini memiliki ciri rahang yang kuat dan badannya tegap.
Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah tumbuh-tumbuhan. Masa hidupnya
diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.
2.
Jenis
Pithecanthropus
Jenis
manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene Dubois tahun 1890 di dekat
Trinil, sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah direkonstruksi
terbentuk kerangka manusia, tetapi masih terlihat tanda-tanda kera. Oleh karena
itujenis ini dinamakan Pithecanthropus erectus, artinya manusia kera yang
berjalan tegak. Jenis ini juga ditemukan di Mojokerto, sehingga disebut
Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia purba yang juga terkenal sebagai
rumpun Homo erectusini paling banyak ditemukan di Indonesia. Diperkirakan jenis
manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar zaman Pleistosen Tengah.
3.
Jenis Homo
Fosil jenis
Homo ini pertama diteliti oleh von Reitschotendi Wajak. Penelitian dilanjutkan
oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo.
Ciri-ciri jenis manusia Homo ini muka lebar, hidung dan mulutnya menonjol. Dahi
juga masih menonjol, sekalipun tidak semenonjol jenis Pithecanthropus. Bentuk
fisiknya tidak jauh berbeda dengan manusia sekarang. Hidup dan perkembangan
jenis manusia ini sekitar40.000 – 25.000 tahun yang lalu. Tempat-tempat
penyebarannya tidak hanya di Kepulauan Indonesia tetapi juga di Filipina dan
Cina Selatan.
Homo sapiens
artinya ‘manusia sempurna’ baik dari segi fisik, volume otak maupun postur
badannya yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern.
Kadang-kadang Homo sapiens juga diartikan dengan ‘manusia bijak’ karena telah
lebih maju dalam berfikir dan menyiasati tantangan alam. Bagaimanakah mereka
muncul ke bumi pertama kali dan kemudian menyebar dengan cepat ke berbagai
penjuru duniahingga saat ini? Para ahli paleoanthropologi dapat melukiskan
perbedaan morfologis antara Homo sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus.
Rangka Homo sapiens kurang kekar posturnya dibandingkan Homo erectus. Salah
satu alasannya karena tulang belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo
erectus. Hal ini mengindikasikan bahwa secara fisik Homo sapiens jauh lebih
lemah dibanding sang pendahulu tersebut. Di lain pihak, ciri-ciri morfologis
maupun biometriks Homo sapiens menunjukkan karakter yang lebih berevolusi dan
lebih modern dibandingkan dengan Homo erectus. Sebagai misal, karakter evolutif
yang paling signifikan adalah bertambahnya kapasitas otak. Homo sapiens
mempunyai kapasitas otak yang jauh lebih besar (rata-rata 1.400 cc), dengan
atap tengkorak yang jauh lebih bundar dan lebih tinggi dibandingkan dengan Homo
erectus yang mempunyai tengkorak panjang danrendah, dengan kapasitas otak 1.000
cc. Segi-segi morfologis dan tingkatan kepurbaannya menunjukkan ada perbedaan
yang sangat nyata antara kedua spesies dalam genus Homo tersebut. Homo sapiens
akhirnya tampil sebagai spesies yang sangat tangguh dalam beradaptasi dengan
lingkungannya, dan dengan cepat menghuni berbagai permukaan dunia ini. Berdasarkan bukti-bukti
penemuan, sejauh ini manusia modern awal di Kepulauan Indonesia dan Asia
Tenggara paling tidak telah hadir sejak 45.000 tahun yang lalu. Dalam
perkembangannya, kehidupan manusia modern ini dapat dikelompokkan dalam tiga
tahap, yaitu (i) kehidupan manusia modern awal yang kehadirannya hingga akhir
zaman es (sekitar 12.000 tahun lalu), kemudian dilanjutkan oleh (ii) kehidupan
manusia modern yang lebih belakangan, dan berdasarkan karakter fisiknya dikenal
sebagai ras Austro melanesoid. (iii) mulai di sekitar 4000 tahun lalu muncul
penghuni baru di Kepulauan Indonesia yang dikenal sebagai penutur bahasa
Austronesia. Berdasarkan karakter fisiknya, makhluk manusia ini tergolong dalam
ras Mongolid. Ras inilah yang kemudian berkembang hingga menjadi bangsa
Indonesia sekarang.
Beberapa
spesimen (penggolongan) manusia Homo sapiens dapat dikelompokkan sebagai
berikut,
a.
Manusia
Wajak
Manusia Wajak (Homo wajakensis)
merupakan satu-satunya temuan di Indonesia yang untuk sementara dapat
disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern awal dari akhir Kala
Pleistosen. Pada tahun 1889, manusia Wajak ditemukan oleh B.D. van Rietschoten
di sebuah ceruk di lereng pegunungan karst di barat laut Campur darat, dekat
Tulung agung, Jawa Timur.
b.
Manusia
Liang Bua
Pengumuman tentang penemuan manusia
Homo floresiensis tahun 2004 menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Sisa-sisa
manusia ditemukan di sebuah gua Liang Bua oleh tim peneliti gabungan Indonesia
dan Australia. Sebuah gua permukiman prasejarah di Flores. Liang Bua bila
diartikan secara harfiah merupakan sebuah gua yang dingin. Sebuah gua yang
sangat lebar dan tinggi dengan permukaan tanah yang datar, merupakan tempat
bermukim yang nyaman bagi manusia pada masa praaksara. Hal itu bisa dilihat
dari kondisi lingkungan sekitar gua yang sangat indah,yang berada di sekitar
bukit dengan kondisi tanah yang datar di depannya. Liang Bua merupakan sebuah
temuan manusia modern awal dari akhir masa Pleistosen di Indonesia yang
menakjubkan yang diharapkan dapat menyibak asal usul manusia di Kepulauan
Indonesia. Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood
pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu dianggap sebagai penemuan spesies
baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat
ditemukannya fosil manusia Liang Bua. Pada tahun 1950-an, Th. Verhoeven lebih
dahulu menemukan beberapa fragmen tulang manusia di Liang Bua. Saat itu ia
menemukan tulang iga yang berasosiasi dengan berbagai alat serpih dan gerabah.
Tahun 1965, ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur
yang antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah. Diperkirakan Liang
Bua merupakan sebuah situs neolitik dan paleometalik. Manusia Liang Bua
mempunyai ciri tengkorak yang panjang dan rendah, berukuran kecil, dengan
volume otak 380 cc. Kapasitas kranial tersebut berada jauh di bawah Homo
erectus (1.000 cc), manusia modern Homo sapiens(1.400cc), dan bahkan berada di
bawah volume otak simpanse (450 cc).[ps]